DIFABEL DAN
PENDIDIKAN
Istilah difabel
sekarang mulai digalakan, yang merupakan pengindonesiaan dari kependekan
istilah different abilities people (orang dengan kemampuan yang berbeda). Dengan
istilah itu masyarakat diajak untuk memandang kondisi cacat atau tidak normal dan
diharapkan tidak lagi memandang mereka sebagai manusia yang hanya memiliki
kekurangan dan ketidakmampuan. Sebaliknya, para difabel, juga memiliki potensi
dan sikap positif terhadap lingkungannya.
Dan tentunya
mereka juga mendapat hak yang sama dengan masyarakat pada umumnya. Seperti
halnya pendidikan yang tertuang dalam UUD 1945 Pasal 31 (1) “Setiap warga
negara berhak mendapat pendidikan”
Sementara UU No.
4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat dan UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional menekankan hak setiap warga negara untuk memperolah
pendidikan sesuai dengan jenjang, jalur, satuan, bakat, minat, dan kemampuannya
tanpa diskriminasi. Dengan kata lain, dalam sektor pendidikan formal seharusnya
tidak ada lagi perbedaan para difabel dengan masyarakat umum.
Mungkin dari segi
kemampuan untuk ke Sekolah umum, ada sebagian besar anak difabel yang tidak
bisa mensejajarkan diri. Untuk itu dibentuk Sekolah model SLB (Sekolah Luar
Biasa) agar mereka (orang tua?)tidak minder terhadap pergaulan di sekolah.
Dalam kurikulum SLB ini, anak diarahkan ke pendidikan ketrampilan sebagai upaya
untuk melatih agar mereka bisa mandiri di kemudian hari.
Bekal ini tidak
bisa lepas dari peran orang tua dan guru-guru yang benar-benar komit terhadap
perkembangan anak-anak difabel. Mereka harus diberi pengertian dan semangat
untuk maju dan sama dengan anak-anak yang normal.
Untuk itu anak-anak
difabel sedini mungkin dicari bakat apa yang dimilikinya. Bakat mereka kalau
sudah ditemukan tidak akan kalah dari mereka yang normal. Banyak yang sudah
membuktikan hal itu.
1. Stevie Wonder, pencipta penyanyi yang sejak
kecil mengalami kebutaan.
2. Lena Maria, gadis swedia yang dilahirkan
tanpa tangan dan hanya satu kaki bisa menjadi perenang andalan negaranya dengan
menyabet medali emas.
3. Habibie Afsyah, cacat fisik tidak
menghalanginya menjadi pengusaha bisnis online
4. Agus Yusuf, yang sukses menjadi pelukis
dengan mulut dan kaki.
Mengapa tidak
bila kita sekarang memandang anak-anak kita yang difuabel sebagai anak-anak
yang hebat yang bisa merubah pandangan. Karena kita tahu bahwa Tuhan
menciptakan mereka bukan sebagai sebuah produk yang gagal, Kecacatan bukan
penghalang untuk berkreasi dan berprestasi.
Salam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar