Selasa, 05 Maret 2013

DIFABEL DAN PENDIDIKAN



DIFABEL DAN PENDIDIKAN

Istilah difabel sekarang mulai digalakan, yang merupakan pengindonesiaan dari kependekan istilah different abilities people  (orang dengan kemampuan yang berbeda). Dengan istilah itu masyarakat diajak untuk memandang kondisi cacat atau tidak normal dan diharapkan tidak lagi memandang mereka sebagai manusia yang hanya memiliki kekurangan dan ketidakmampuan. Sebaliknya, para difabel, juga memiliki potensi dan sikap positif terhadap lingkungannya.

Dan tentunya mereka juga mendapat hak yang sama dengan masyarakat pada umumnya. Seperti halnya pendidikan yang tertuang dalam UUD 1945 Pasal 31 (1) “Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan”

Sementara UU No. 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat dan UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menekankan hak setiap warga negara untuk memperolah pendidikan sesuai dengan jenjang, jalur, satuan, bakat, minat, dan kemampuannya tanpa diskriminasi. Dengan kata lain, dalam sektor pendidikan formal seharusnya tidak ada lagi perbedaan para difabel dengan masyarakat umum.

Mungkin dari segi kemampuan untuk ke Sekolah umum, ada sebagian besar anak difabel yang tidak bisa mensejajarkan diri. Untuk itu dibentuk Sekolah model SLB (Sekolah Luar Biasa) agar mereka (orang tua?)tidak minder terhadap pergaulan di sekolah. Dalam kurikulum SLB ini, anak diarahkan ke pendidikan ketrampilan sebagai upaya untuk melatih agar mereka bisa mandiri di kemudian hari.

Bekal ini tidak bisa lepas dari peran orang tua dan guru-guru yang benar-benar komit terhadap perkembangan anak-anak difabel. Mereka harus diberi pengertian dan semangat untuk maju dan sama dengan anak-anak yang normal.

Untuk itu anak-anak difabel sedini mungkin dicari bakat apa yang dimilikinya. Bakat mereka kalau sudah ditemukan tidak akan kalah dari mereka yang normal. Banyak yang sudah membuktikan hal itu.

1.  Stevie Wonder, pencipta penyanyi yang sejak kecil mengalami kebutaan.
2.  Lena Maria, gadis swedia yang dilahirkan tanpa tangan dan hanya satu kaki bisa menjadi perenang andalan negaranya dengan menyabet medali emas.
3.  Habibie Afsyah, cacat fisik tidak menghalanginya menjadi pengusaha bisnis online
4.  Agus Yusuf, yang sukses menjadi pelukis dengan mulut dan kaki.


Mengapa tidak bila kita sekarang memandang anak-anak kita yang difuabel sebagai anak-anak yang hebat yang bisa merubah pandangan. Karena kita tahu bahwa Tuhan menciptakan mereka bukan sebagai sebuah produk yang gagal, Kecacatan bukan penghalang untuk berkreasi dan berprestasi.

Salam